Senin, 14 Mei 2012

Akuntansi Islam


                                                                                         A.    AKUNTANSI DALAM ISLAM

                                                           Pengertian Akuntansi

“Akuntansi adalah seni dalam menganalisa, mencatat, menggolongkan / mengklasifikasikan, mengikhtisarkan, menafsirkan dan mengkomunikasikan dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian ekonomi dari suatu entitas hukum sosial.”

Sedang menurut literatur Islam akuntansi (muhasabah) didefinisikan “suatu aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syariat, dan jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan yang representatif, serta berkaitan dengan pengukuran hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan tersebut membantu pengambilan keputusan yang tepat

Melalui definisi ini maka dapat dibatasi bahwa karakteristik muhasabah adalah

1.   Aktivitas yang teratur.

2.                  Pencatatan :

1.      Transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan yang sesuai dengan hukum.

2.      Jumlah-jumlahnya.

3.      Di dalam catatan-catatan yang representatif.

3.   Pengukuran hasil-hasil keuangan.

4.   Membantu dalam pengambilan keputusan.

Sejarah Islam

Setelah munculnya Islam di Semenanjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah saw, serta terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah, mulailah perhatian Rasulullah untuk membersihkan muamalah maaliah (keuangan) dari unsur-unsur riba dan dari segala bentuk penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli dan segala bentuk usaha untuk mengambil harta orang lain secara batil. Rasulullah lebih menekankan pada pencatatan keuangan. Rasulullah mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi ini dan mereka diberi sebutan khusus, yaitu hafazhatul amwal (pengawas keuangan).

Diturunkannya surah Al Baqarah ayat 282, yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan (kitabah), dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal ini.

Dalam Islam selalu ditekankan jangan melakukan kecurangan dan menimbulkan kerugian kepada pihak lain. Ketentuan ini harus ditegakkan dengan cara apapun. Harus ada system yang dapat menjaga agar semua hak-hak stakeholders termasuk hak sosial, dan lingkungan dan pemerintah dijaga jangan sampai ada yang dirugikan dalam hal jual beli mudharabah, atau musyarakah. Tekanan Islam dalam kewajiban melakukan pencatatan sebagai berikut:

1.      Menjadi bukti dilakukannya transaksi (muamalah) yang menjadi dasar nantinya dalam menyelesaikan persoalan selanjutnya.

2.      Menjaga agar tidak terjadi manipulasi atau penipuan baik dalam transaksi maupun hasil dari transaksi itu (laba).



B.     AKUNTANSI ISLAM

1.      Islam dan Persepsi Masyarakat

Pengertian agama islam menurut pendapat Syed Muhammad Naquib Al-Attas (1989) tentang islam sebagai berikut:

Agama dalam islam sama dengan istilah “din” yang berarti bukan saja semata suatu konsep, tetapi sesuatu yang harus dijabarkan dalam realitas kehidupan secara mendalam dan kental dalam pengalaman hidup manusia.

2.      Akuntansi

Perlu diketahui bahwa akuntansi yang kita kenal sekarang ini diklaim berkembang dari peradaban barat (sejak Luca Pacioli). Pada tahun 1494, seorang Itali bernama Luca Pacioli menerbitkan buku dengan judul Summa de Arithmetica Geometria, Proportioni et Proportionalita. Buku tersebut membahas  lima bagian yang banyak membahas tentang ilmu Matematika. Salah satu bab membahas tentang pembukuan yg dilakukan di Venice lebih dari 200 thn sebelumnya Dan masih digunakan pada masa itu. Pada masa itu metode ini dikenal dengan metode Venice. Melalui buku tersebut Pacioli dianggap sebagai orang pertama yang menggagas tata buku berpasangan (double entry Bookkeping). Sebuah sistem baru yang dianggap sebagai revolusi dalam seni pencatatan dalam bidang ekonomi dan Bisnis. Pacioli kemudian disebut “Bapak Akuntansi”.


3.       Konsep Akuntansi Islam

akuntansi sebenarnya merupakan  domain muamalah dalam kajian islam. Artinya diserahkan pada kemampuan akali pikiran manusia untuk mengembangkan nya.Namun , karena pentingnya permasalahan ini maka Allah SWT.bahkan , memberikan tempat dalam kitab suci Al-Quran surat al-baqarah ayat 282. Karena akuntansi ini sifatnya urusan muamalah maka pengembangannya diserahkan pada kebijaksanaan manusia.Al-Quran dan sunnah hanya membekalinya dengan beberapa system nilai seperti  landasab etika,moral,keberan,keadialan, kejujuran terpercaya,bertanggung jawab dan sebagainya.

Dalam Al-Quran surat Al-Baqoroh : 282 kita melihat bahwa tekanan islam kewajban melakukan pencatatan adalah :

1.      Menajdi bukti dilakukannya transaksi muamalah yang menjadi dasar nantinya dalam menyelesaikan persoalan selanjutnya.

2.      Menjaga agar tidak terjadi manipulasi atau penipuan baik dalam transaksi maupun hasil dari transaksi tersebut.

4.      Pengakuan Barat terhadap Peran AKuntansi Islam

Dalam bab ini terdapat dua kata “akuntansi” dan “islam”. Yang dimaksud dengan akuntansi dalam tulisan ini adalah comprehensive accounting yang hakikatnya adalah system infformasi, penentuan laba, pencatatan transaksi yang sekaligus pertanggungjawaban (accountability). Sementara itu islam dihubungkan dengan sifat-sifat keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan yang dibawahnya sesuia dengan ketentuan Illah. Antara akuntansi dan islam terdapat hubungan dan kaitan yang erat yang mempunyai tujuan dan arah yang saling mendukung atau komplementer.

Akuntansi kapitalis adlah alat ideology kapitalis untuk mencapai tujuannya khususnya mencapai kesejahteraan material yang diinginkannya. Akuntansi kapitalis lahir dari masyarakat kapitalis dengan system ekonomi kapitalis dan ideology sekuler nasional yang dianutnya.



Prinsip – Prinsip Akuntansi Islam

1.      Prinsip Legitimasi Muamalat yaitu sasaran–sasaran, transaksi-transaksi, tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan  itu sah menurut syariat.

2.      Prinsip Entitas Spiritual adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang melakukan pendanaan terhadap kegiatan investasi tersebut.

3.      Prinsip Kontinuitas yaitu prinsip yang keberadaanya dapat memberikan pandangan bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui, dan dilikuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi yang mengarah kepada kebalikannya. Dari prinsip ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

4.      Umur perusahaan tidak tergantung pada umur pemiliknya.

5.      Mendorong manusia agar salalu beramal dan bekerja keras, padahal ia mengetahui bahwa dia akan tiada suatu saat nanti.

6.      Prinsip kontinuitas (going concern) merupakan kaidah umum dalam investasi.

7.      Prinsip ini menjadi dasar dalam pengambilan keputusan agar perusahan terus beroperasi.



C.    BEBERAPA PEMIKIRAN TEORI dan KONSEP AKUNTANSI ISLAM

Gambling dan Karim (Harahap, 1992) menarik hipotesis karena Islam memilki syariah yang dipatuhi semua umatnya, wajarlah bahwa masyarakatnya memilki lembaga keuangan dari akuntansinya yang diserahkan melalui pembuktian sendiri sesuai landasan agama. konsep, system, dan teknik akuntansi yang membantu suatu lembaga atau organisasi untuk menjaga agar tujuan fungsi dan operasionalnya berjalan sesuai dengan ketentuan syariah, dapat menjaga hak hal stakeholders yang ada di dalamnya, dan mendorong menjadi lembaga yang dapat encapai kesejahteraan hakiki dunia akhirat.

Menurut Muhammad Akram Khan sifat akuntansi Islam adalah :

1.      Penentuan laba rugi yang tepat

Walaupun penentuan laba rugi bersifat subyektif dan bergantung nilai, kehati-hatian harus dilaksanakan agar tercapai hasil yang bijaksana (sesuai syariah) dan konsisten, sehingga dapat menjamin bahwa kepentingan semua pihak pemakai laporan dilindungi

2.      Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan

Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar berdasarkan hukum sejarah untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijaksanaan-kebijaksanaan yang baik yang mempromosikan amal baik, serta dapat menilai efisiensi manajemen.

3.      Ketaatan pada hukum syariah

Setiap aktifitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dikenali halal haramnya. Faktor ekonomi tidak harus menjadi alasan tunggal untuk menentukan berlanjut tidaknya suatu organisasi, tetapi harus tetap tunduk terhadap syariat Islam.

4.      Keterikatan pada keadilan

Karena tujuan utama dalam syariah adalah penerapan keadilan dalam masyarakat seluruhnya, informasi akuntan harus mampu melaporkan setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat untuk menambah ketidakadilan di masyarakat.



5.      Melaporkan dengan baik

Informasi akuntansi harus berada dalam posisi yang terbaik untuk melaporkan.



D.    Inti dari Konsep Akuntansi Islam

Sifat-sifat spesifik akuntansi Islam:

1.      Kaidah-kaidah dasar akuntansi Islam bersumber dari Al-Quran, Sunnah Nabawiyyah serta fiqih para ulama. Oleh karena itu kaidah ini mempunyai keistimewaan yaitu permanen dan objektif. Tidak akan berubah, karena dasar kaidah berasal dari Allah dan sesuai untuk segala waktu dan kondisi

2.      Akuntansi Islam dilandasi akidah yang kuat, iman serta pengakuan bahwa Allah itu adalah Tuhan, Islam adalah agama, Muhammad adalah nabi dan rasul, dan juga percaya pada Hari Akhir.

3.      Akuntansi Islam berlandaskan pada akhlak yang baik.

4.      Dalam Islam, seorang akuntan dianggap bertanggungjawab di depan masyarakat dan umat Islam tentang seberapa jauh kesatuan ekonomi dipengaruhi hukum-hukum syariat Islam

5.      Berdasarkan keistimewaan-keistimewaan yang bersifat akidah dan akhlak, akuntansi dalam Islam juga berkaitan dengan proses keuangan yang sah

6.      Akuntansi dalam Islam sangat memperhatikan aspek-aspek tingkah laku sebagai unsur yang juga berperan dalam kesatuan ekonomi



E.     Perbedaan Akuntansi Islam dan Akuntansi Konvensional

1.      Perbedaan dari Segi Pengertiannya

           Akuntansi Islam lebih mengarah pada pembukuan, pendataan, kerja dan usaha, kemudian juga perhitungan dan perdebatan (tanya jawab) berdasarkan syarat-syarat yang telah disepakati, dan selanjutnya penentuan imbalan atau balasan yang meliputi semua tindaktanduk dan pekerjaan, abaik yang berkaitan dengan keduniaan maupun yang berkaitan dengan keakhiratan.

           Akuntansi konvensional ialah seputar pengumpulan dan pembukuan, penelitian tentang keterangan-keterangan dari berbagai macam aktivitas



2.      Perbedaan dari Segi Tujuannya

            Akuntansi Islam bertujuan menjaga harta yang merupakan hujjah atau bukti ketika terjadi perselisihan, membantu mengarahkan kebijaksanaan, merinci hasil-hasil usaha untuk perhitungan zakat, penetuan hak-hak mitra bisnis dan juga membantu menetapkan imbalan dan hukuman serta penilaian evaluasi kerja dan motivasi

            Akuntansi konvensional menjelaskan utang piutang, untung rugi, sentral moneter dan membantu dalam mengambil ketetapan-ketetapan manajemen



3.      Perbedaan dari Segi Karakteristik

            Akuntansi Islam berdasarkan pada nilai-nilai akidah dan akhlak. Maka sudah menjadi tugas seorang akuntan untuk memberikan data-data dalam membantu orang-orang yang bersangkutan tentang sejauh mana hubungan kesatuan ekonomi dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat Islam dalam bidang muamalah.

Seorang akuntan muslim selalu sadar bahwa ia harus bertanggungjawab di hadapan Allah tentang pekerjaannya, dan ia tidak boleh menuruti keinginan pemilik modal (pemilik proyek) kalau ada langkah-langkah penyelewengan dari hukum Allah serta memutarbalikan fakta (data yang akurat)

Akuntansi konvensional didasarkan pada ordonansi atau peraturan-peraturan dan teori-teori yang dibuat oleh manusia yang memiliki sifat khilaf, lupa, keterbatasan ilmu dan wawasan. Maka konsep itu labil dan tidak permanen

konsep, system, dan teknik akuntansi yang membantu suatu lembaga atau organisasi untuk menjaga agar tujuan fungsi dan operasionalnya berjalan sesuai dengan ketentuan syariah, dapat menjaga hak hal stakeholders yang ada di dalamnya, dan mendorong menjadi lembaga yang dapat encapai kesejahteraan hakiki dunia akhirat.

Muhamad Akram








xa.yimg.com/kq/groups/24927445/.../Sejarah+Akuntansi+Islam.doc


Keutamaan Puasa Tiga Hari Setiap Bulan

Keutamaan Puasa Tiga Hari Setiap Bulan

Pembiayaan Syariah

Jenis-jenis pembiayaan syariah
Penyaluran dana atau pembiayaan syariah secara garis besar dapat di kategorikan menjadi empat menurut tujuan penggunaannya, yaitu :

1.      Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Ba’i)
1.1  Murabahah
Merupakan akad jual beli barang dimana seorang penjual menetapkan harga tertentu pada suatu barang dengan menambahkan keuntungan (secara langsung) pada harga beli/modalnya. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli yang telah disepakati
1.2  Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserakhan secara tangguh untuk membeli barang tersebut, pembayarannya dilakukan secara tunai.
1.3  Istishna
Istishna menyeruoai salam, namun dalam pembayarannya dilakukan secara berangsur. Perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual.

2. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)
Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa.
Ijarah muntahiya bittamlik adalah ijarah dengan janji (wa’ad)yaang mengikat pihak yang menyewakan untuk mengalihkan kepemilikna kepada penyewa.

3.      Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
3.1  Musyarakah
Musyarakah adalah perjanjian di antara para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya dan bertanggungjawab akan segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaan modal masing-masing.
3.2 Mudharabah
Merupakan penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu dengan pembagian menggunakan metode bagi untung rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah (bagian keuntungan usaha bagi masing-masing pihak yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan) yang telah disepakati sebelumnya.
Muhammad (2001) menyebutkan bahwa mudharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak, dimana pihak pertama (shahibul mal) yang menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) yang bertanggungjawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagi sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati bersama advance, manakala rugi shahibul mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan keterampilan manajerial (manajerial skill) selama proyek berlangsung.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib, mudharabah dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni:
1. Mudharabah Mutlaqah: mudharib diberi kewenangan penuh oleh shahibul maal untuk mengelola modal tanpa batasan dalam usaha yang dianggap baik dan menguntungkan. Dalam hal ini tanggung jawab atas pengelolaan modal usaha berada pada mudharib sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
2. Mudharabah Muqayyadah (restricted investment): shahibul maal bertindak selaku channelling agent dan berwenang menetapkan syarat dan batasan tertentu terhadap penggunaan dana oleh mudharib. seluruh resiko kerugian kegiatan usaha tidak ditanggung oleh bank, melainkan oleh investor (pemilik dana), kecuali jika nasabah lalai. Dalam skim pembiayaan ini, mudharib tidak  diperbolehkan untuk mencampurkan modal dengan dana lain. pada umumnya digunakan untuk investasi khusus dan reksadana.

Berikut ini adalah fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 :
Pertama : Ketentuan Pembiayaan:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6.  LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7.  Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9.    Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua :    Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan   tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh  disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
    a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga :  Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

4. Pembiayaan dengan Prinsip Akad Pelengkap
4.1. Hiwalah
Merupakan pengalihan piutang nasabah kepada bank syariah untuk membantu nasabah mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya dan bank mendapat imbalan atas jasa pengalihan piutang tersebut. Hiwalah secara umum merupakan anjak piutang.
4.2. Rahn
Merupakan transaksi gadai antara bank syariah dengan pemilik barang yang membutuhkan dana dimana pemilik barang tersebut dapat menggadaikan barang yang dimilikinya untuk menjadikan barang tersebut sebagai jaminan hutang kepada bank, hingga pemilik barang yang bersangkutan boleh mengambil barangnya setelah melunasi hutangnya kepada bank. Bank akan membebankan jasa gadai sesuai dengan kesepakatan.
4.3. Qard
Merupakan kontrak antara bank syariah dengan nasabahnya untuk memfasilitasi nasabah yang membutuhkan dana talangan segera untuk jangka waktu yang sangat pendek. Dalam hal ini, bank menyediakan fasilitas pinjaman dana kepada nasabah yang patut, dan nasabah hanya berkewajiban mengembalikan sejumlah pinjaman, sedangkan bank dilarang meminta imbalan apapun dari nasabah, kecuali nasabah memberikan dengan suka rela.

5. Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan Multijasa merupakan pola pembiayaan yang menggunakan akad Ijarah atau Kafalah. Dalam pembiayaan dimaksud, bank syariah memperoleh fee dari imbalan jasa (ujrah) sesuai dengan kesepakatan awal, yang dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase