Alhamdulillah KIES 2012 berjalan lancar dan sukses
eits, nafas belum selesai udh mau DEI aj...tapi yaa semangat, karena kami bakal liburan ilmiah disana....^_^
Tim Konsumsi mana tim konsumsi? hahaha
DEI 2012 dilaksanakan dari tgl 29 Juni - 2 juli, lama yaaa tp pas di jalani cepet juga 4 hari. =,="
Sebelum hari H, Tim konsumsi (saya, si princess ajeng, miss jenny, uwi, teteh zifu, dan si manis ikhsan) mulai menyiapkan menu dan belanja keperluan bahan konsumsi. siap2 masak selama 4 hari.....yeeaah
29 Juli 2012
pukul 04.00 subuh mulai bersiap2, cek barang, sholat, mandi, sarapan dan cuss berangkat dr rumah jam 05.45. ternyata dikampus mash sedikit org yg dateng. hhu....bak ingin pergi jauh aj bawa2 koper. setelah semua kumpul kami atur barang dulu yg di mobil ternyata lumayan padet ya cuy ma barang. haha. bismillah kami mulai jalan pk 08.00, alhamdulillah ndak macet jd sampe puncak bisa lebih cepat. kami tiba pk 10.00. liat2 dlu ahh.....nyaman dan cucok deh ma villanya...
briefing...briefing....
abis briefing tepatnya pk 11.00 tim konsumsi lgsg gatel tangannya mw nyiapin bahan2 makan malem. menu malem pertama adl perkedel kentang, sayur, tempe, kerupuk, dan sambel (kerupuk dan sambel menu wajib. hehe)
pk 23.00 waktunya kami bobo...Zzzzzttttt
30 Juni 2012
jam 03.00 PJ tahajud (Sifa) mulai membangunkan kami, dg mata mash terkantuk segera kami ambil wudhu dan brgkat ke masjid untuk tahajud. sie konsumsi hars duluan ke villa krna harus menyiapkan sarapan. smangat yaaa.....menu srapan pagi adl bihun goreng, bakwan, sambel pecel. smua peserta dan panitia harus menghabiskan makanan ya ndak boleh sisa. kemudian untuk peserta lanjut belajar sampe siang dan sie konsumsi mash berkutat di dapur. biasanya anak konsumsi baru bisa cantik abis zuhur, itu juga cuma beberapa menit ntr masak lagi....tp seru, pengalaman banget....
hari ini sama seperti biasa selesai belajar jam 23.00 lanjut bobo...
1 juli 2012
bangun pagi pk 04.00 untuk tahajud dan ngaji. selesai pk 05.30 trus peserta mandi dan siap2 olah raga...biasa...konsumsi ndak pernah merasakan olah raga pagi bareng peserta :'(
pk 08.30 sarapan, agak telat karena salah ambil waktu. hhu. untung ada sodari kita yg multi talent nury indriyani klo udh masak cepetnya minta ampun dan enak pula hasilnya. saya banyak belajar dr beliau...:b
setlah itu lanjut materi dan pada sore hari kami adakan suksesi. acara sore itu pemaparan visi misi para kandidat bakal calon ketua SEF 2012 - 2013. Kandidatnya adalah Ricky Dwi Apriyono, Khairul Adianto, dan M. Mukhlis Febrianto. malam harinya kami semua kecuali kandidat mengadakan muktamar di masjid untuk musyawarah baiknya siapa yang akan memimpin SEF periode 2012 - 2013.
ndak tau knapa saat muktamar, mata ngantuk bgt sengantuk2nya, akhirnya ndak bsa ikut smpe selesai, anak konsumsi dipersilakan meninggalkan muktamar dluan untuk tidur dluan. hehehe
yg lain jurit malam, anak konsumsi tidur pulas...
2 juli 2012
setelah tidur pulas sampe set 5 subuh kami ank konsumsi bangun untuk menyiapkan sarapan sblum outbond. bahan belum lengkap, sempat bingung tp alhamdulillah smua bsa teratasi. ajeng dan uci bantu bkin bubur kacang ijo dan hasilnya enak tuenan....
hmmm.....outbond !! tadinya ndak mw ikut, tp justru ank 2008 yg tuir2 harus ikut. seru juga s ngegame bareng. dengan misi kami ank 2008 di kepalai oleh kang aldy "klo mereka mau nyiram, kita rebut gayungnya, kita siram balik" *senyumkemenangan. haahaa
Basah bsah basah.....dingin dingin dingin....seruuuuuu............
setalah putbond selesai kami bersih2 untuk pelantikan. akhirnya diumumkan pemenang lombva games tadi pagi, kayanya si kelompok saya menang di salah satu lomba tp ndak tau juga. hhee
dan yg paing dag dig dug saat pengumuman ketua sef yaitu jatuh pada khairul Adianto. isak tangis bahagia kami pun mulai mengheningkan suasana, sedih si akan berpisah dg sef namun kami bahagia punya adik2 yg semangatnya begtu luar biasa.
setalah itu kami foto2 dan cuss pulang....
Congratulation yaa Khairul...
SEF pasti akan lebih baik nanti. PASTI BISA, HARUS BISA !!!
Barokallah
Sabtu, 07 Juli 2012
Rabu, 06 Juni 2012
Perpajakan Internasional
Sekilas
Tentang Perpajakan Internasional
Jurnal
Pajak & Akuntansi Tag :Perpajakan Internasional
Tujuan Kebijakan Perpajakan
Internasional
Untuk memajukan perdagangan antar
negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha
untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut.
Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan
penghindaraan pajak berganda internasional.
Teori
Apakah prinsip-prinsip yang harus
dipahami dalam perpajakan internasional?
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur
netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional:
1. Capital
Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi,
beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita
berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di
luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua
negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar
negeri.
2. Capital
Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun investasi
berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri
atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di
suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak
Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah
Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang
melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3. National
Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama.
Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh
dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Hasil atau Isi
Mengapa terjadi perpajakan berganda
internasional?
Perpajakan berganda terjadi karena
benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip perpajakan
global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan
dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen
(negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial
(source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber
penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan
pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua
kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya
cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus
Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam
negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.
Bentokran klaim lebih diperparah bila
terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang
subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena
pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183
hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura. Mr. A
dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib melapor
dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja upaya untuk menghindari perpajakan
berganda internasional?
1. Tax
Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian antara 2
negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi antara 2
negara tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya berhak
memajaki penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak bergerak
yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa tanpa BUT
maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya boleh
dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT. Untuk
passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak memajaki
namun terdapat pengurangan tarif.
2. Kredit
Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri dapat
dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia diatur
dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas: Penghasilan
LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk semua penghasilan
Apa saja masalah-masalah dalam perpajakan
internasional?
1. Transfer
Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan
dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal
ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari
harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar,
thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi
laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya
anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd
yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang
besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun
tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi
(mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd.
Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak
fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan
DER (Debt Equity Ratio).
2. Treaty
Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda
namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak
dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak.
Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat)
dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax
treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di
negara yang menandatangani tax treaty.
3. Tax
Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif
seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan
pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang
termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi
Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven
sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran
pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di
negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik
berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
Analisis Hasil Jurnal
Perpajakan Internasional merupakan alat
untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan antar
negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha
untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut.
Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam Perpajakan Internasional
menurut Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam
kebijakan perpajakan internasional yaitu Capital Export Neutrality (Netralitas
Pasar Domestik), Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional) dan
National Neutrality.
MUDHARABAH
2.1
Mudharabah
2.1.1
Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah;
b.
transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik;
c.
transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
d.
transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e.
transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau
Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau
diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. (Kodifikasi produk
perbankan syariah. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. 2008:B-1)
Secara
teknis al-mudharabah adalah akad
kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola
harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. (Manajemen pembiayaan bank
syariah, Muhammad, 102)
Karnaen
Perwaatmadja mengemukakan, bahwa al-mudharabah
(profit sharing) yaitu, penyertaan modal dalam suatu perusahaan pemerintah
atau swasta dalam bentuk pembagian laba. Sedangkan Abdullah Saeed mengemukakan,
bahwa mudharabah adalah kontrak
antara dua pihak dimana satu pihak yang disebut rab al.mal (investor) mempercayakan uang kepada pihak kedua, yang
disebut mudharib, untuk tujuan menjalankan usaha dagang. (Fikih Muamalah, Drs.
Sohari Sahrani, Dra Hj. Ru’fah Abdullah, 2011:188)
2.1.2
Dasar
Hukum Mudharabah
1.
Dasar
hukum penerapan sistem mudharabah
Landasan dasar penerapan system mudharabah pada
prinsipnya terbagi dua landasan hukum, yaitu :
1. Berdasarkan
hukum islam (Al-Qur’an, hadits, ijma’, dan qiyas)
2. Berdasarkan
undang-undang perbankan yang berlaku di Indonesia
Melakukan mudharabah atau qiradh adalah boleh (mubah). Dasar hukumnya ialah sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib ra.,bahwasanya Rasulullah
saw, telah bersabda :
“Ada tiga perkara yang diberkati:
jual beli yang ditangguhkan, member modal, dan mencampurkan gandum dengan jelai
untuk keluarga, bukan untuk dijual.”
Diriwayatkan dari Daruquthni, bahwa Hakim Ibn Haizam
apabila member modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: “Harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa ke
laut, dan jangan dibawa menyebrangi sungai, apabila kamu lakukan salah satu
dari larangan-larangan itu, maka kamu harus bertanggungjawab pada hartaku.”Dalam
al-muwaththa’ Imam Malik, dari
al-A’la Ibn A’la Abd al-Rahman Ibn Ya’qub, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa
ia pernah mengerjakan harta Utsman ra.,sedangkan keuntungannya dibagi dua.
2. Analisis
dan Identifikasi Risiko
·
Risiko Pembiayaan (credit risk)
yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
·
Risiko Pasar yang disebabkan oleh
pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan
dalam valuta asing.
·
Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal
fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi,penyogokan/
penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan,
manipulasi dan mark up dalam akuntansi/ pencatatan maupun
pelaporan. (Kodifikasi produk perbankan syariah. Bank Indonesia. 2008:B-2)
3.
Penanggung
jawab terhadap risiko mudharabah
Dalam penerapan sistem mudharabah, tidak ada sesuatu
ketentuan mengenai sesuatu yang bisa dijadikan sebagai jaminan bagi penanam
modal, karena jaminan dalam sistem mudharabah ditetapkan dalam bentuk
kepercayaan. Adapun bentuk jaminan pada kredit produktif, bisa barang bergerak
atau berupa barang tidak bergerak.
Pada dasarnya, jaminan itu merupakan alat yang
berupa barang untuk di percayai oleh investor dalam meminjam uang. Pada
prinsipnya memberikan kredit itu adalah kepercayaan pihak investor terhadap
pemohon kredit. Hal ini sesuai dengan UUP No. 14/1967 tentang pokok-pokok
perbankan, pasal 24 ayat 1, bahwa bank umum tidak member kredit tanpa jaminan
kepada siapapun.
Abdullah Saeed dalam kaitan ini mengemukakan, bahwa
segala bentuk pelanggaran terhadap klausul kontrak bisa menjadikan mudharib
bertanggungjawab terhadap semua risiko. (Fikih Muamalah, Drs. Sohari Sahrani,
MM.,MH, Dra Hj. Ru’fah Abdullah, MM. 2011:190)
Dalam syirkah mudharabah, bila terjadi keuntungan,
laba tersebut dibagi menurut nisbah bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah
pihak. Sedangkan bila rugi, penyandang modal (shahibul maal) yang akan
menanggung kerugian finansialnya. Pihak yang mengkontribusikan jasanya
(mudharib) tidak menanggung kerugian financial apapun, karena ia memang tidak
memberikan kontribusi financial apapun. Bentuk kerugian yang ditanggung
mudharib berupa hilangnya waktu dan usaha yang selama ini sudah ia kerahkan
tanpa mendapat imbalan apapun. (Materi Dakwah Ekonomi Syariah. M.
Nadratuzzaman, AM Hasan Ali, A. Bahrul Muhtasib. 2008:92).
4.
Hikmah
Disyariatkannya Mudharabah
Pada dasarnya islam telah membolehkan member
keringanan kepada manusia untuk menggunakan uangnya dalam suatu usaha dengan
bentuk kerjasama, seperti halnya qiradh atau mudharabah. Terkadang orang
memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan mem-produktifkannya. Terkadang ada
pula orang yang tidak memilki harta, tetapi ia mempunyau kemmapuan
memproduktifkannya. Karena itu, syariat membolehkan muamalah ini supaya kedua
belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Jadi, hikmah disyariatkannya mudharabah adalah agar
manusia dapat melakukan kerjasama dalam masalah perdagangan, karena hal ini
termasuk juga saling tolong menolong. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam
hadits yang sanadnya dari Abu Hurairah yang artinya : “Dari Abu Hurairah RA. Berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Barang
siapa yang memberikan keluangan terhadap orang miskin dari duka dan kabut
dunia, Allah akan meluangkannya dari duka dan kabut di hari kiamat. Dan siapa
yang memudahkan kesibukan orang, Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan
akhirat dan Allah selalu menolong hambanya selama hamba itu menolong
saudaranra.”
2.1.3
Jenis-jenis
Mudharabah
Para
ulama membagi mudharabah menjadi dua jenis :
1. Mudharabah Muthlaqah adalah Mudharabah dimana pemilik dananya
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Investasi tidak terikat.
2. Mudharabah Muqayyadah adalah
mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain
mengenai dana, lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sector usaha.
3. Mudharabah Musytarakah adalah mudharabah dimana pengelola dana
menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Diawal kerjasama akad yang disepakati adalah akad
mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalan operasi usaha
dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, penbgeloal
dana ikut menemkan modalnya dalam usaha tersebut. (Akuntansi Syariah Di
Indonesia. Sri Nurhayati-Wasilah. 2009:114)
Menurut
kodifikasi produk perbankan syariah. Bank Indonesia. 2008:B-1, jenis-jenis
mudharabah ada dua, yaitu :
1.
Mudharabah Muthlaqah adalah Mudharabah untuk
kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
2.
Mudharabah Muqayyadah
adalah
Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
Bagi hasil untuk akad mudharabah
musytarakah (PSAK 105Par 34)
Ketentuan bagi hasil untuk akad jenis ini dapat
dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu :
a. Hasil
investasi dibagi anata pengelola dana dan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati,
selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik)dengan pemilik dana
sesuai dengan porsi modal masing-masing, atau
b. Hasil
investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana
sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi
setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi
antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Contoh : jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai
dengan porsi modal para musytarik
2.1.4
Rukun
dan Syarat Mudharabah
Unsur
(rukun) perjanjian mudharabah adalah : (Manajemen pembiayaan bank syariah.
Muhammad. 102)
1. Ijab
dan Qabul
Persyaratan
kehendak yang berupa ijab dan qabul antara kedua pihak memiliki syarat-syarat,
yaitu
a. Ijab
dan qabul harus jelas menununjukan maksud untuk melakukan kegiatan mudharabah
b. Ijab
dan qabul harus bertemu, artinya penawaran pihak pertama sampai dan diketahui
oleh pihak kedua. Artinya ijab yang diucapkan pihak pertama harus diterima dan
disetujui oleh pihak kedua sebagai ungkapan kesediaan bekerjasama
2. Adanya
dua pihak (pihak penyedia dan pihak pengusaha)
Para
pihak (shahibul maal dan mudharib) disyariatkan cakap bertindak hukum dan
memiliki wilayah al-tawkil wa al-wikalah (memiliki kewenangan mewakilkan/member
kuasa dan menerima pemberian kuasa)
3. Adanya
Modal
Adapun modal yang
disyaratkan, yaitu :
a. Modal
harus jelas jumlah dan jenisnya dan diketahui oleh kedua belah pihak pada waktu
dibuatnya akad mudharabah
b. Harus
berupa uang bukan barang
c. Uang
bersifat tunai bukan hutang
d. Modal
diserahkan sepenuhnya kepada pengelola secara langsung
4. Adanya
usaha (al-‘aml)
5. Adanya
keuntungan
Mengenai keuntungan
disyaratkan bahwa :
a. Keuntungan
tidak boleh dihitung berdasarkan persentase dari jumlah modal yang
diinvestasikan, melainkan hanya keuntungannysa saja setelah dipotong besarnya
modal.
b. Keuntungan
untuk masing-masing pihak tidak ditentukan dalam jumlah nominal
c. Nisbah
pembagian ditentukan dengan persentase.
Adapun syarat-syarat mudharabah, antara lain : (Akad
Bank Syariah. H. R Daeng Naja. 2011:52)
a. Modal
harus dinyatakan dengan jelas mengenai jumlahnya, seandainya modal berbentuk
barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang
yang beredar (atau sejenisnya)
b. Modal
harus diserahkan kepada mudharib untuk memngkinkannya melakukan usaha
c. Modal
harus dalam bentuk tunai dan bukan
piutang
d. Pembagian
keuntungan harus dinyatakan dalam persentase dari keuntungan yang mungkin
dihasilkan nanti.
e. Kesepakatan
ratio persentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak
f. Pembagian
keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh (atau
sebagian) modal kepada shahib al-mal.
Prinsip pembagian usaha (PSAK par
11)
Dalam
mudharabah istilah profit and loss sharing tidak dapat digunakan karena yang
dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya (loss).
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakaukan berdasarkan pengakuan
penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan
bagi hasil atas realisasi penghasilan hasil usaha dari pengelola dana. Tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
2.1.5 Pembatalan Mudharabah
Mudharabah
menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut: (Fikih Muamalah,
Drs. Sohari Sahrani, MM.,MH, Dra Hj. Ru’fah Abdullah, MM. 2011:201)
1. Tidak
terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.jika salah satu syarat
mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan
sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai
upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut menjadi tanggung jawab
pemilik modal karena pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima
upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apapun kecuali atas kelalaiannya.
2. Pengelola
dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola
modal berbuat sesuatu yang pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi
kerugian karena dialah penyebab kerugian
3. Apabila
pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah seorang pemilik modal
meninggal dunia, maka mudharabah menjadi batal
2.1.5
Perlakuan
Akuntansi
Akuntansi
untuk pemilik dana
1. Dana
mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagau investasi
mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non kas kepada
pengelola dana
2. Pengukuran
investasi mudharabah
a. Investasi
mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan
b. Investasi
mudharabah dalam bentuk asset non kas diukur sebesar nilai wajar asset non kas
pada saat penyerahan
Nilai dari
investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas harus disetujui oleh pemilik
dana dan pengelola dana pada saat kontrak. Ada dua alasan tidak digunakannya
historical cost untuk mengukur asset nonkas (Siswantoro, 2005) :
·
Penggunaan nilai yang disetujui oleh
pihak yang melakukan kontrak untuk mencapai satu tujuan akuntansi keuangan
·
Penggunaan nilai disetujui (agree value)
oleh pihak yang melakukan kontrak untuk nilai asset nonkas menuju aplikasi
konsep representational faithfulness dalam pelaporan.
3. Penurunan
nilai jika investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas :
a. Penurunan
nilai saat usaha belum dimulai
Jika investasi
mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang, atau factor
lain yang bukan karena kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka
penurunan nilai tersebut diakui dengan kerugian dan mengurangi saldo investasi
mudharabah
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi
mudharbah xxx
Kr. Investasi mudharabah xxx
b. Penurunan
nilai setalah usaha dimulai
Jika sebagian investasi
mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian dan kesalahn
dari pengelola dana, maka kerugian itu tidak langsung mengurangi jumlah
investasi mudharabah namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi
mudharabah xxx
Kr. Penyisihan investasi mudharabah xxx
Dr. Kas xxx
Dr. penyisihan
investasi mudharabah xxx
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah xxx
4. Kerugian
Kerugian yang terjadi
dalam satu periode sebelum akad mudharabah berakhir
Pencatatan kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum
akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan
kerugian investasi.
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi
mudharabah xxx
Kr. Penyisihan kerugia investasi mudharabah xxx
5. Hasil
usaha
Bagian hasil usaha yang
belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang
Jurnal :
Dr. piutang pendapatan
bagi hasil xxx
Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah xxx
Pada saat pengelola
dana membayar bagi hasil
Jurnal :
Dr. Kas xxx
Kr. Piutang pendapatan bagi hasil xxx
6. Akad
mudharabah berakhir
Pada saat akad
mudharabah berakhir, selisih antara investasi mudharabah setelah dikurangi
penyisihan kerugian invesatasi dan pengembalian investasi mudharabah, diakui
sebagai keuntungan atau kerugian
Jurnal :
Dr. Kas/Piutang/Asset
Nonkas xxx
Dr. Penyisihan kerugian
investasi mudharabah xxx
Kr. Investasi mudharabah xxx
Kr. Keuntungan investasi mudharabah xxx
Atau
Dr. Kas/Piutang/Asset
Nonkas xxx
Dr. Penyisihan kerugian
investasi mudharabah xxx
Dr. kerugian investasi
mudharabah xxx
Kr. Investasi mudharabah xxx
7. Penyajian
Pemilik
dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai
tercatat, yaitu nilai investasi mudharabah dikurangi penyisihan kerugian (jika
ada).
8. Pengungkapan
Pemilik dana mengungkapkan
hal-hal yang terkait dengan transaksi mudharabah tetapi tidak terbatas pada :
a. Isi
kesepakatan usaha mudharabah , seperti porsi dana, pembagian hasil usaha,
aktivitas usaha mudharabah dan lain-lain
b. Rincian
jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya
c. Penyajian
kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan
d. Pengungkapan
yang diperlukan sesuai PSAK no 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah
Akuntansi untuk pengelola dana
1. Dana
yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana
syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aasset nonkas yang
diterima
2. Pengukuran
dana syirkah temporer
Dana
syirkah temporer diukur sebesar jumlah kas atau nilai wajar dari asset nonkas
yang diterima
Jurnal
:
Dr.
Kas/Asset nonkas xxx
Kr. Dana syirkah temporer xxx
3. Penyaluran
kembali dana syirkah temporer
Jika pengelola menyalurkan kembali dana syirkah yang
diterima, maka pengelola dana mengakui sebagai asset (investasi mudharabah).
Sama seperti akuntansi pemilik dana ia akan mengakui pendapatan secara bruto
sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana
Jurnal pencatatn ketika menerina pendapatan bagi
hasil dari penyaluran kembali dana syirkah temporer :
Dr. Kas/Piutang xxx
Kr. Pendapatan yang
belum dibagikan xxx
Hak
pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan
tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesarbagi
hasil sesuai porsi hak pemilik dana.
Jurnal
:
Dr.
Beban bagi hasil mudharabah xxx
Kr.utang bagi hasil mudharabah xxx
Jurnal
pada saat pengelola membayar bagi hasil
Dr.
Utang bagi hasil mudharabah xxx
Kr. Kas xxx
4. Sedangkan
apabila pengelola dana mengelola sendiri dana mudharabah berarti ada pendapatan
dan beban yang diakui dan pencatatannya sama dengan akuntansi konvensional,
yaitu :
Dr.
Kas/Piutang xxx
Kr. Pendapatan xxx
Saat
mencatat beban :
Dr.
Beban xxx
Kr. Kas/Utang xxx
Jurnal
penutup yang dibuat diakhir periode (apabila diperoleh keuntungan):
Dr.
Pendapatan xxx
Kr. Beban xxx
Kr. Pendapatn yang belum dibagikan xxx
Jurnal
ketika hasil dibagikan kepada pemilik dana
Dr.
Beban bagi hasil mudharabah xxx
Kr. Utang bagi hasil mudharabah xxx
Jurnal
pada saat pengelola dana membayar bagi hasil :
Dr.
Utang bagi hasil mudharabah xxx
Kr. Kas xxx
Jurnal
penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian
Dr.
Pendapatan xxx
Dr.
Penyisihan kerugian xxx
Kr. Beban xxx
5. Kerugian
yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai
beban pengelola dana :
Jurnal
:
Dr.
Beban xxx
Kr. Utang lain-lain/Kas xxx
6. Diakhir
akad
Dr.
Dana syirkah temporer xxx
Kr. Kas/Asset Nonkas xxx
Jika
ada penyisihan kerugian sebelumnya
Dr.Dana
syirkah temporer xxx
Kr. Asset/Asset Nonkas xxx
Kr. Penyisihan kerugian xxx
7. Penyajian
Pengelola
dana menyajikan transaksi mudharabah dalam bentuk laporan keuangan
a. Dana
syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebebsar nilai tercatatnya untuk
setiap jenis mudharabah, yaitu sebesar dana syirkah temporer dikurangi dengan
penyisihan kerugian (jika ada)
b. Bagi
hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan
kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan
sebagai kewajiban
8. Pengungkapan
Pengelola
dana mengungkapkan investasi mudharabah dalam laporan keuangan :
a. Ini
kesepakatan utama mudharabah seperti porsi dana, pembagian hasil usaha,
aktivitas usha mudharabah dan lain-lain
b. Rincian
dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya
Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah
muqoyyadah. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK no 101 tentang penyajian
laporan keuangan syariah. (Akuntansi Syariah Di Indonesia. Sri
Nurhayati-Wasilah. 2009:120)
Berikut ini adalah fatwa Dewan Syariah Nasional nomor
07/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 :
Pertama
:
Ketentuan Pembiayaan:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah
pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang
produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai
shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha),
sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara
pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai
macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS
tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus
dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6.
LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja,
lalai, atau menyalahi perjanjian.
7.
Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun
agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib
terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama
dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur
pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan
fatwa DSN.
9.
Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS)
tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan,
mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua
: Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1.
Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2.
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara
eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan
pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis,
melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau
aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha
dengan syarat sebagai berikut:
a.
Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau
barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut
harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang
dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai
dengan kesepakatan dalam akad.
4.
Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a.
Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b.
Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan
pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.
Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola
tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan
disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5.
Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal
yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia
dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b.
Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang
dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.
Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktifitas itu.
Ketiga
: Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada
periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan
(mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak
ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah),
kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Langganan:
Postingan (Atom)