Rabu, 06 Juni 2012

Perpajakan Internasional

Sekilas Tentang Perpajakan Internasional
Jurnal Pajak & Akuntansi Tag :Perpajakan Internasional

Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional

Untuk memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan pajak berganda internasional.

Teori

Apakah prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan internasional?
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional:
1.      Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2.      Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3.      National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

Hasil atau Isi

Mengapa terjadi perpajakan berganda internasional?
Perpajakan berganda terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.
Bentokran klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja upaya untuk menghindari perpajakan berganda internasional?
1.      Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi antara 2 negara tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya berhak memajaki penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak bergerak yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa tanpa BUT maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya boleh dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT. Untuk passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak memajaki namun terdapat pengurangan tarif.
2.      Kredit Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas: Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk semua penghasilan

Apa saja masalah-masalah dalam perpajakan internasional?
1.      Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2.      Treaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.
3.      Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.

Analisis Hasil Jurnal

Perpajakan Internasional merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam Perpajakan Internasional menurut Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional yaitu Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik), Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional) dan National Neutrality.

MUDHARABAH



2.1 Mudharabah
2.1.1 Definisi
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. (Kodifikasi produk perbankan syariah. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. 2008:B-1)

Secara teknis al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. (Manajemen pembiayaan bank syariah, Muhammad, 102)
Karnaen Perwaatmadja mengemukakan, bahwa al-mudharabah (profit sharing) yaitu, penyertaan modal dalam suatu perusahaan pemerintah atau swasta dalam bentuk pembagian laba. Sedangkan Abdullah Saeed mengemukakan, bahwa mudharabah adalah kontrak antara dua pihak dimana satu pihak yang disebut rab al.mal (investor) mempercayakan uang kepada pihak kedua, yang disebut mudharib, untuk tujuan menjalankan usaha dagang. (Fikih Muamalah, Drs. Sohari Sahrani, Dra Hj. Ru’fah Abdullah, 2011:188)
2.1.2        Dasar Hukum Mudharabah
1.      Dasar hukum penerapan sistem mudharabah
Landasan dasar penerapan system mudharabah pada prinsipnya terbagi dua landasan hukum, yaitu :
1.      Berdasarkan hukum islam (Al-Qur’an, hadits, ijma’, dan qiyas)
2.      Berdasarkan undang-undang perbankan yang berlaku di Indonesia
Melakukan mudharabah atau qiradh adalah boleh (mubah). Dasar hukumnya ialah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib ra.,bahwasanya Rasulullah saw, telah bersabda :
“Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, member modal, dan mencampurkan gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual.”
Diriwayatkan dari Daruquthni, bahwa Hakim Ibn Haizam apabila member modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: “Harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa ke laut, dan jangan dibawa menyebrangi sungai, apabila kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu, maka kamu harus bertanggungjawab pada hartaku.”Dalam al-muwaththa’ Imam Malik, dari al-A’la Ibn A’la Abd al-Rahman Ibn Ya’qub, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ia pernah mengerjakan harta Utsman ra.,sedangkan keuntungannya dibagi dua.

2.      Analisis dan Identifikasi Risiko
·         Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
·         Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam valuta asing.
·         Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi,penyogokan/ penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi/ pencatatan maupun pelaporan. (Kodifikasi produk perbankan syariah. Bank Indonesia. 2008:B-2)
3.      Penanggung jawab terhadap risiko mudharabah
Dalam penerapan sistem mudharabah, tidak ada sesuatu ketentuan mengenai sesuatu yang bisa dijadikan sebagai jaminan bagi penanam modal, karena jaminan dalam sistem mudharabah ditetapkan dalam bentuk kepercayaan. Adapun bentuk jaminan pada kredit produktif, bisa barang bergerak atau berupa barang tidak bergerak.
Pada dasarnya, jaminan itu merupakan alat yang berupa barang untuk di percayai oleh investor dalam meminjam uang. Pada prinsipnya memberikan kredit itu adalah kepercayaan pihak investor terhadap pemohon kredit. Hal ini sesuai dengan UUP No. 14/1967 tentang pokok-pokok perbankan, pasal 24 ayat 1, bahwa bank umum tidak member kredit tanpa jaminan kepada siapapun.
Abdullah Saeed dalam kaitan ini mengemukakan, bahwa segala bentuk pelanggaran terhadap klausul kontrak bisa menjadikan mudharib bertanggungjawab terhadap semua risiko. (Fikih Muamalah, Drs. Sohari Sahrani, MM.,MH, Dra Hj. Ru’fah Abdullah, MM.  2011:190)
Dalam syirkah mudharabah, bila terjadi keuntungan, laba tersebut dibagi menurut nisbah bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan bila rugi, penyandang modal (shahibul maal) yang akan menanggung kerugian finansialnya. Pihak yang mengkontribusikan jasanya (mudharib) tidak menanggung kerugian financial apapun, karena ia memang tidak memberikan kontribusi financial apapun. Bentuk kerugian yang ditanggung mudharib berupa hilangnya waktu dan usaha yang selama ini sudah ia kerahkan tanpa mendapat imbalan apapun. (Materi Dakwah Ekonomi Syariah. M. Nadratuzzaman, AM Hasan Ali, A. Bahrul Muhtasib. 2008:92).

4.      Hikmah Disyariatkannya Mudharabah
Pada dasarnya islam telah membolehkan member keringanan kepada manusia untuk menggunakan uangnya dalam suatu usaha dengan bentuk kerjasama, seperti halnya qiradh atau mudharabah. Terkadang orang memiliki harta, tetapi tidak berkemampuan mem-produktifkannya. Terkadang ada pula orang yang tidak memilki harta, tetapi ia mempunyau kemmapuan memproduktifkannya. Karena itu, syariat membolehkan muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.
Jadi, hikmah disyariatkannya mudharabah adalah agar manusia dapat melakukan kerjasama dalam masalah perdagangan, karena hal ini termasuk juga saling tolong menolong. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits yang sanadnya dari Abu Hurairah yang artinya : “Dari Abu Hurairah RA. Berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang memberikan keluangan terhadap orang miskin dari duka dan kabut dunia, Allah akan meluangkannya dari duka dan kabut di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan kesibukan orang, Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat dan Allah selalu menolong hambanya selama hamba itu menolong saudaranra.”

2.1.3        Jenis-jenis Mudharabah
Para ulama membagi mudharabah menjadi dua jenis :
1.      Mudharabah Muthlaqah adalah Mudharabah dimana pemilik dananya memberikan kebebasan kepada pengelola  dana dalam pengelolaan investasinya. Investasi tidak terikat.
2.      Mudharabah Muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sector usaha.
3.      Mudharabah Musytarakah adalah mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Diawal kerjasama akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalan operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, penbgeloal dana ikut menemkan modalnya dalam usaha tersebut. (Akuntansi Syariah Di Indonesia. Sri Nurhayati-Wasilah. 2009:114)
Menurut kodifikasi produk perbankan syariah. Bank Indonesia. 2008:B-1, jenis-jenis mudharabah ada dua, yaitu :
1.      Mudharabah Muthlaqah adalah Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.
2.      Mudharabah Muqayyadah adalah Mudharabah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.

Bagi hasil untuk akad mudharabah musytarakah (PSAK 105Par 34)
Ketentuan bagi hasil untuk akad jenis ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu :
a.       Hasil investasi dibagi anata pengelola dana dan pemilik dana sesuai nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik)dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, atau
b.      Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Contoh : jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik
                     



2.1.4        Rukun dan Syarat Mudharabah
Unsur (rukun) perjanjian mudharabah adalah : (Manajemen pembiayaan bank syariah. Muhammad. 102)
1.      Ijab dan Qabul
Persyaratan kehendak yang berupa ijab dan qabul antara kedua pihak memiliki syarat-syarat, yaitu
a.       Ijab dan qabul harus jelas menununjukan maksud untuk melakukan kegiatan mudharabah
b.      Ijab dan qabul harus bertemu, artinya penawaran pihak pertama sampai dan diketahui oleh pihak kedua. Artinya ijab yang diucapkan pihak pertama harus diterima dan disetujui oleh pihak kedua sebagai ungkapan kesediaan bekerjasama
2.      Adanya dua pihak (pihak penyedia dan pihak pengusaha)
Para pihak (shahibul maal dan mudharib) disyariatkan cakap bertindak hukum dan memiliki wilayah al-tawkil wa al-wikalah (memiliki kewenangan mewakilkan/member kuasa dan menerima pemberian kuasa)
3.      Adanya Modal
Adapun modal yang disyaratkan, yaitu :
a.       Modal harus jelas jumlah dan jenisnya dan diketahui oleh kedua belah pihak pada waktu dibuatnya akad mudharabah
b.      Harus berupa uang bukan barang
c.       Uang bersifat tunai bukan hutang
d.      Modal diserahkan sepenuhnya kepada pengelola secara langsung
4.      Adanya usaha (al-‘aml)
5.      Adanya keuntungan
Mengenai keuntungan disyaratkan bahwa :
a.       Keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan persentase dari jumlah modal yang diinvestasikan, melainkan hanya keuntungannysa saja setelah dipotong besarnya modal.
b.      Keuntungan untuk masing-masing pihak tidak ditentukan dalam jumlah nominal
c.       Nisbah pembagian ditentukan dengan persentase.
Adapun syarat-syarat mudharabah, antara lain : (Akad Bank Syariah. H. R Daeng Naja. 2011:52)
a.       Modal harus dinyatakan dengan jelas mengenai jumlahnya, seandainya modal berbentuk barang maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya)
b.      Modal harus diserahkan kepada mudharib untuk memngkinkannya melakukan usaha
c.       Modal harus dalam bentuk tunai dan  bukan piutang
d.      Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam persentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nanti.
e.       Kesepakatan ratio persentase harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak
f.       Pembagian keuntungan baru dapat dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada shahib al-mal.
Prinsip pembagian usaha (PSAK par 11)
Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak dapat digunakan karena yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugiannya (loss). Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakaukan berdasarkan pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan hasil usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
2.1.5 Pembatalan Mudharabah
Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut: (Fikih Muamalah, Drs. Sohari Sahrani, MM.,MH, Dra Hj. Ru’fah Abdullah, MM.  2011:201)
1.      Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.jika salah satu syarat mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal karena pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apapun kecuali atas kelalaiannya.
2.      Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab kerugian
3.      Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah seorang pemilik modal meninggal dunia, maka mudharabah menjadi batal

2.1.5        Perlakuan Akuntansi
Akuntansi untuk pemilik dana
1.      Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagau investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non kas kepada pengelola dana
2.      Pengukuran investasi mudharabah
a.       Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan
b.      Investasi mudharabah dalam bentuk asset non kas diukur sebesar nilai wajar asset non kas pada saat penyerahan
Nilai dari investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas harus disetujui oleh pemilik dana dan pengelola dana pada saat kontrak. Ada dua alasan tidak digunakannya historical cost untuk mengukur asset nonkas (Siswantoro, 2005) :
·         Penggunaan nilai yang disetujui oleh pihak yang melakukan kontrak untuk mencapai satu tujuan akuntansi keuangan
·         Penggunaan nilai disetujui (agree value) oleh pihak yang melakukan kontrak untuk nilai asset nonkas menuju aplikasi konsep representational faithfulness dalam pelaporan.
3.      Penurunan nilai jika investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas :
a.       Penurunan nilai saat usaha belum dimulai
Jika investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang, atau factor lain yang bukan karena kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui dengan kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi mudharbah                 xxx
            Kr. Investasi mudharabah                               xxx
b.      Penurunan nilai setalah usaha dimulai
Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian dan kesalahn dari pengelola dana, maka kerugian itu tidak langsung mengurangi jumlah investasi mudharabah namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi mudharabah                xxx
            Kr. Penyisihan investasi mudharabah             xxx
Dr. Kas                                                            xxx
Dr. penyisihan investasi mudharabah             xxx
            Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah          xxx
4.      Kerugian
Kerugian yang terjadi dalam satu periode sebelum akad mudharabah berakhir
      Pencatatan kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi.
Jurnal :
Dr. Kerugian investasi mudharabah                      xxx
      Kr. Penyisihan kerugia investasi mudharabah            xxx
5.      Hasil usaha
Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang
Jurnal :
Dr. piutang pendapatan bagi hasil                                    xxx
      Kr. Pendapatan bagi hasil mudharabah                      xxx
Pada saat pengelola dana membayar bagi hasil
Jurnal :
Dr. Kas                                                                  xxx
      Kr. Piutang pendapatan bagi hasil                              xxx
6.      Akad mudharabah berakhir
Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian invesatasi dan pengembalian investasi mudharabah, diakui sebagai keuntungan atau kerugian
Jurnal :
Dr. Kas/Piutang/Asset Nonkas                             xxx
Dr. Penyisihan kerugian investasi mudharabah    xxx
      Kr. Investasi mudharabah                                           xxx
      Kr. Keuntungan investasi mudharabah                       xxx
Atau
Dr. Kas/Piutang/Asset Nonkas                             xxx
Dr. Penyisihan kerugian investasi mudharabah    xxx
Dr. kerugian investasi mudharabah                       xxx
      Kr. Investasi mudharabah                                           xxx
7.      Penyajian
Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat, yaitu nilai investasi mudharabah dikurangi penyisihan kerugian (jika ada).
8.      Pengungkapan
Pemilik dana mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi mudharabah tetapi tidak terbatas pada :
a.       Isi kesepakatan usaha mudharabah , seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah dan lain-lain
b.      Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya
c.       Penyajian kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan
d.      Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK no 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah

Akuntansi untuk pengelola dana
1.      Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aasset nonkas yang diterima
2.      Pengukuran dana syirkah temporer
Dana syirkah temporer diukur sebesar jumlah kas atau nilai wajar dari asset nonkas yang diterima
Jurnal :
Dr. Kas/Asset nonkas                                     xxx
            Kr. Dana syirkah temporer                              xxx
3.      Penyaluran kembali dana syirkah temporer
Jika pengelola menyalurkan kembali dana syirkah yang diterima, maka pengelola dana mengakui sebagai asset (investasi mudharabah). Sama seperti akuntansi pemilik dana ia akan mengakui pendapatan secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana
Jurnal pencatatn ketika menerina pendapatan bagi hasil dari penyaluran kembali dana syirkah temporer :
            Dr. Kas/Piutang                                              xxx
                        Kr. Pendapatan yang belum dibagikan           xxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesarbagi hasil sesuai porsi hak pemilik dana.
Jurnal :
Dr. Beban bagi hasil mudharabah                   xxx
            Kr.utang bagi hasil mudharabah                     xxx
Jurnal pada saat pengelola membayar bagi hasil
Dr. Utang bagi hasil mudharabah                   xxx
            Kr. Kas                                                            xxx
4.      Sedangkan apabila pengelola dana mengelola sendiri dana mudharabah berarti ada pendapatan dan beban yang diakui dan pencatatannya sama dengan akuntansi konvensional, yaitu :
Dr. Kas/Piutang                                              xxx
            Kr. Pendapatan                                               xxx
Saat mencatat beban :
Dr. Beban                                                        xxx
            Kr. Kas/Utang                                                 xxx
Jurnal penutup yang dibuat diakhir periode (apabila diperoleh keuntungan):
Dr. Pendapatan                                               xxx
            Kr. Beban                                                        xxx
            Kr. Pendapatn yang belum dibagikan             xxx
Jurnal ketika hasil dibagikan kepada pemilik dana
Dr. Beban bagi hasil mudharabah                   xxx
            Kr. Utang bagi hasil mudharabah                   xxx
Jurnal pada saat pengelola dana membayar bagi hasil :
Dr. Utang bagi hasil mudharabah                   xxx
            Kr. Kas                                                            xxx
Jurnal penutup yang dibuat apabila terjadi kerugian
Dr. Pendapatan                                               xxx
Dr. Penyisihan kerugian                                  xxx
            Kr. Beban                                                        xxx
5.      Kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana :
Jurnal :
Dr. Beban                                                        xxx
            Kr. Utang lain-lain/Kas                                   xxx
6.      Diakhir akad
Dr. Dana syirkah temporer                              xxx
            Kr. Kas/Asset Nonkas                                                xxx
Jika ada penyisihan kerugian sebelumnya
Dr.Dana syirkah temporer                               xxx
            Kr. Asset/Asset Nonkas                                  xxx
Kr. Penyisihan kerugian                                  xxx
7.      Penyajian
Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam bentuk laporan keuangan
a.       Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebebsar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah, yaitu sebesar dana syirkah temporer dikurangi dengan penyisihan kerugian (jika ada)
b.      Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan sebagai kewajiban
8.      Pengungkapan
Pengelola dana mengungkapkan investasi mudharabah dalam laporan keuangan :
a.       Ini kesepakatan utama mudharabah seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usha mudharabah dan lain-lain
b.      Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya
Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqoyyadah. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK no 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah. (Akuntansi Syariah Di Indonesia. Sri Nurhayati-Wasilah. 2009:120)
Berikut ini adalah fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 :
Pertama : Ketentuan Pembiayaan:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6.  LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7.  Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9.    Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua :    Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan   tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh  disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga :  Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.