Manusia modern pada umunya, suka mengidentifikasikan dirinya dengan perkembangan sejarah manusia Eropa. Dan manusia Eropa menggambarkan eksistensi manusia dibumi ini sebagai perjalanan hidup yang perkembangannya bersifat adaptif, merupakan penyesuaian kemampuan terhadap lingkungan alam dimana ia tinggal.
Dalam legenda bangsa Eropa disebutkan bahwa manusia zaman batu begitu tunduk dan memuja alam. melihat petir ketakutan, melihat banjir merasa ngeri, melihat angin topan merinding bulu romanya dan melihat gempa bumi kalang kabut. Pada zaman itu, pikiran manusia kalut menghadapi gangguan alam dan merasa lemah berhadapan dengan kekuatan alam. Karena itu kemudian manusia mencoba melakukan pendekatan terhadap alam semesta dengan jalan memberi sajian dan sesembahan agar kekuatan alam yang menakutkan dirinya dapat berbelas kasihan terhadap dirinya.
Akan tetapi pada siklus kehidupan berikutnya, yaitu ketika manusia secara berangsur-angsur dapat mengenal sifat dan perilaku alam, dan selanjtnya mampu mengendalikan, mengolah, dan memanfaatkannya dengan ilmu dan akal mereka; maka sifat dan perilaku alam yang tadinya sangat ditakuti mereka secara berangsur-angsur tak lagi menakutkan. Pada konsep ketuhanan merekapun bergeser. Ada yang mengatakan bahwa agama tidak lebih dari objek pelarian manusia yang gagal menghadapi serta mengatasi problema kehidupannya, atau merupakan hasil tahap perkembangan yang paling terbelakang dari suatu masyarakat ; atau sekedar obsesi manusia tatkala mereka masih berusia kanak-kanak. Mengapa demikian? sebab, sekedar contoh saja, dengan kemajuan sains dan tekhnolgi dapat diketahui bahwa gempa terjadi karena adanya pergeseran atau patahan kulit bumi, bukan karena Allah murka, sehingga manusia tidak perlu takut lagi. Di Jepang sekarang telah dikembangkan suatu bangunandengan teknik peredam tekanan gempa, contoh lainnya adalah banjir. dengan perkembangan sains dan teknolgi seperti sekarang ini manusia tidak hanya dapat mencegah terjadinya banjir, tetapi lebih dari itu manusia dapat membangun kota yang letaknya dibawah laut di Negeri Belanda. Dengan teknik bendungan , banjir bukan lagi suatu hal yang penuh ancaman, tetapi justru membawa manfaat bagi manusia , seperti pembangkit energi listrik tenaga air, irigasi dan peningkatan produksi pertanian.
Demikian pula di Eropa, mereka merekayasa sejarah perkembangan manusia dengan hubungannya dengan alam tempat tinggalnya serta makhluk lain yang berada dilingkungannya. Tidak tergambar sedikitpun dalam sejarah perkembangan manusia yang direkayasa oleh bangsa Eropa ini adanya manusai yang emempunyai Tuhan, manusai yang diciptakan oleh Allah, dan alam yang direncanakan oleh Allah dalam suatu sistem ciptaan yang mempunyai tatanan, perjalanan, dan tujuan tertentu. Bahkan akhirnya sesama manusai sendiri timbul untuk saling menghancurkan sehingga lahilah persenjataan dan alat perang yang begitui dahsyat memusnahkan dunia ini. Munculnya perilaku yang didasarkan pada konsep "survial of the fittes" ; pada dasarnya adalah obsesi manusia yang merasa sebagai penguasa tunggal dialam ini.
Dasar pemikiram manusia yang menyatakan dirinya sebagai penguasa alam atau kekuatan penakluk alam ternyata menemui kegagalan total. Sebagai contoh ; ketika manusia berhasil menemukan obat pembunuh hama, mereka merasa bangga telah mengatasi gangguan pertanian, dan dengan semagat kecongkakan ilmunya ia menyatakan dirinya telah merekayasa kemajuan dibidang pertanian tanpa tergantung musim dan terganggu oleh hama. Namun kemudian ternyata dengan tindakannya itu justru menimbulkan malapetaka yang mengerikan pada manusia, alam, dan lingkungannya sendiri.
Denagn gambaran yang kita peroleh dari sifat kecongkakan manusia dalam melakukan tindakan penguasaan dan penaklukan alam. Bumi yang tadinya dapat ditanami, kita kini harus mengeluarkan biaya ekstra dan biaya besar karena telah mengalami kerusakan parah akibat semangat eksploitasi yang tamak. Dan pada akhirnya manusia harus menyadari bahwa alam mempunyai kehendak dan hukumannya sendiri seperti yang sejak semula ditetapkan oleh Allah, zat penciptanya.
Walaupun telah timbul kesadaran bahwa manusia tidak dapat bersikap penguasa dan penguasa alam, namun pola pikir dan jalan analisa permasalahannya masih tetap dalam perangkap kekafiran, yaitu manusia sebagai pihak superior terhadap alam, tanpa mau mengenal Allah sebagai pencipta dan pengatur perilaku alam, dan bahkan dirinya sendiri
Dalam legenda bangsa Eropa disebutkan bahwa manusia zaman batu begitu tunduk dan memuja alam. melihat petir ketakutan, melihat banjir merasa ngeri, melihat angin topan merinding bulu romanya dan melihat gempa bumi kalang kabut. Pada zaman itu, pikiran manusia kalut menghadapi gangguan alam dan merasa lemah berhadapan dengan kekuatan alam. Karena itu kemudian manusia mencoba melakukan pendekatan terhadap alam semesta dengan jalan memberi sajian dan sesembahan agar kekuatan alam yang menakutkan dirinya dapat berbelas kasihan terhadap dirinya.
Akan tetapi pada siklus kehidupan berikutnya, yaitu ketika manusia secara berangsur-angsur dapat mengenal sifat dan perilaku alam, dan selanjtnya mampu mengendalikan, mengolah, dan memanfaatkannya dengan ilmu dan akal mereka; maka sifat dan perilaku alam yang tadinya sangat ditakuti mereka secara berangsur-angsur tak lagi menakutkan. Pada konsep ketuhanan merekapun bergeser. Ada yang mengatakan bahwa agama tidak lebih dari objek pelarian manusia yang gagal menghadapi serta mengatasi problema kehidupannya, atau merupakan hasil tahap perkembangan yang paling terbelakang dari suatu masyarakat ; atau sekedar obsesi manusia tatkala mereka masih berusia kanak-kanak. Mengapa demikian? sebab, sekedar contoh saja, dengan kemajuan sains dan tekhnolgi dapat diketahui bahwa gempa terjadi karena adanya pergeseran atau patahan kulit bumi, bukan karena Allah murka, sehingga manusia tidak perlu takut lagi. Di Jepang sekarang telah dikembangkan suatu bangunandengan teknik peredam tekanan gempa, contoh lainnya adalah banjir. dengan perkembangan sains dan teknolgi seperti sekarang ini manusia tidak hanya dapat mencegah terjadinya banjir, tetapi lebih dari itu manusia dapat membangun kota yang letaknya dibawah laut di Negeri Belanda. Dengan teknik bendungan , banjir bukan lagi suatu hal yang penuh ancaman, tetapi justru membawa manfaat bagi manusia , seperti pembangkit energi listrik tenaga air, irigasi dan peningkatan produksi pertanian.
Demikian pula di Eropa, mereka merekayasa sejarah perkembangan manusia dengan hubungannya dengan alam tempat tinggalnya serta makhluk lain yang berada dilingkungannya. Tidak tergambar sedikitpun dalam sejarah perkembangan manusia yang direkayasa oleh bangsa Eropa ini adanya manusai yang emempunyai Tuhan, manusai yang diciptakan oleh Allah, dan alam yang direncanakan oleh Allah dalam suatu sistem ciptaan yang mempunyai tatanan, perjalanan, dan tujuan tertentu. Bahkan akhirnya sesama manusai sendiri timbul untuk saling menghancurkan sehingga lahilah persenjataan dan alat perang yang begitui dahsyat memusnahkan dunia ini. Munculnya perilaku yang didasarkan pada konsep "survial of the fittes" ; pada dasarnya adalah obsesi manusia yang merasa sebagai penguasa tunggal dialam ini.
Dasar pemikiram manusia yang menyatakan dirinya sebagai penguasa alam atau kekuatan penakluk alam ternyata menemui kegagalan total. Sebagai contoh ; ketika manusia berhasil menemukan obat pembunuh hama, mereka merasa bangga telah mengatasi gangguan pertanian, dan dengan semagat kecongkakan ilmunya ia menyatakan dirinya telah merekayasa kemajuan dibidang pertanian tanpa tergantung musim dan terganggu oleh hama. Namun kemudian ternyata dengan tindakannya itu justru menimbulkan malapetaka yang mengerikan pada manusia, alam, dan lingkungannya sendiri.
Denagn gambaran yang kita peroleh dari sifat kecongkakan manusia dalam melakukan tindakan penguasaan dan penaklukan alam. Bumi yang tadinya dapat ditanami, kita kini harus mengeluarkan biaya ekstra dan biaya besar karena telah mengalami kerusakan parah akibat semangat eksploitasi yang tamak. Dan pada akhirnya manusia harus menyadari bahwa alam mempunyai kehendak dan hukumannya sendiri seperti yang sejak semula ditetapkan oleh Allah, zat penciptanya.
Walaupun telah timbul kesadaran bahwa manusia tidak dapat bersikap penguasa dan penguasa alam, namun pola pikir dan jalan analisa permasalahannya masih tetap dalam perangkap kekafiran, yaitu manusia sebagai pihak superior terhadap alam, tanpa mau mengenal Allah sebagai pencipta dan pengatur perilaku alam, dan bahkan dirinya sendiri
Sangat inspiratif...
BalasHapusSangat inspiratif...
BalasHapus